Mengutuk Kekerasan Militer Indonesia di Papua
Foto Korban Tembak di Pamebut, Yugumowak, Sinak, Puncak Papua dan Thema Pers Release Forum Pelajar dan Mahasiswa Wilayah Adat Lapago DIY, Senin, (13/03/2023) |
Papua sebelum dianeksasi, Indonesia terlebih dahulu melakukan invasi militer ditandai dengan operasi militer, (TRIKORA) Tri Komando Rakyat. TRIKORA dikumandangkan pada 19 Desember 1961, di Alun-Alun Yogyakarta, oleh presiden Republik Indonesia (RI) Ir Soekarno, yang isinya sebagai berikut: Pertama, gagalkan pembentukan Negara Papua buatan Belanda. Kedua, kibarkan bendera merah putih di seluruh Tanah Papua. Ketiga, bersiaplah untuk mobilisasi umum di tanah Papua, kemudian operasi militer dilakukan pada tahun 1962.
Selain, Operasi TRIKORA terdapat 15 operasi militer Indonesia di tanah Papua yaitu; Operasi Wisnumurti I dan II (1963-1964), Operasi Wisnumurti III dan IV (1964-1966), Operasi Bratayudha (1966), Operasi Bharatayuda dan Wibawa (1968), Operasi Pamungkas (1970-1974), Operasi Kikis (1977-1978), Operasi Sapu Bersih (1978-1982), Operasi Sate (1984), Operasi Gelak I (1985-1986), Operasi Galak II (1986-1987), Operasi Kasuari I dan II (1987-1989) Operasi Rajawali (1989-1991), Operasi Pengamanan Daerah Rawan (1998-1999), Operasi Pengendalian Pengibaran Bendera Bintang Kejora (1999-2002), Operasi Penyisiran Di Wamena (2002-2004), Operasi Nemangkawi (2018-2022) Operasi Damai Cartenz (2022-2023)(elsam.or.id).
Hal ini menjadi alasan masyarakat mengkonsolidasikan diri untuk melawan pendudukan paksa Indonesia, melalui gerakan bersenjata di wilayah Puncak Jaya, Puncak Papua, Tembagapura-Timika, Nduga, Intan Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Maybrat, selama ini. TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) melakukan perlawanan terhadap TNI-POLRI (Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia).
Dampak dari operasi militer Indonesia di atas, mengakibatkan ratusan ribu rakyat Papua kehilangan nyawa, puluhan ribu rakyat Papua mengungsi ke hutan dan ke Papua New Guinea (PNG), kehilangan harta benda, rumah dan harapan hidup. Dampak operasi militer di atas juga mengakibatkan banyak perempuan kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian, melahirkan dan menyusui anak di hutan, mengalami pemerkosaan dan penyiksaan hingga berujung kehilangan nyawa secara paksa oleh militer Indonesia.
Perampasan lahan, pemerkosaan, intimidasi, eksploitasi sumber daya alam, pembunuhan disertai mutilasi, dan berbagai macam kejahatan lainnya ialah praktik penjajahan terjadi di Papua. Operasi-operasi di atas ini, menimbulkan perlawanan dari masyarakat setempat. Bagi masyarakat setempat intimidasi, pemerkosaan, teror, penangkapan, pemenjaraan, penembakan disertai mutilasi sama halnya dengan menginjak hak dan martabat sebagai manusia Papua.
Bagaimana Pengungsi Nduga Gelombang Ke-II
TPN PB Kodap III Derakma, Ndugama dipimpin oleh Egianus Kogoya menyandera seorang pilot bernama Philip Mark Mehrtens berkebangsaan Selandia Baru dengan pesawat PK-BVY rute penerbangan perintis Timika-Paro-Timika usai mendarat di Lapangan Terbang Paro, Pada 7 Februari 2023, pukul 06.17 WP. Sejak kejadian penjanderaan pilot Mehrtens serta membakar pesawat yang ditumpanginya, TPN PB mengklaim bertanggungjawab atas sandera tersebut, untuk mencari (Win-Win Solution) masalah penggabungan wilayah Papua dan status politik, diyakini TPN PB cacat hukum dan dianggap belum final proses integrasi Papua ke dalam wilayah NKRI kala itu penuh dengan manipulasi dan tidak sesuai dengan mekanisme referendum serta proses pun terjadi sesuai dengan pengkondisian Indonesia sehingga, rakyat Papua yang memprotes proses penggabungan Papua di dalam RI menyebutnya aneksasi Papua dengan cara manipulatif tidak demokratis dan tidak sesuai dengan prinsip (One Man One Vote) yang direkomendasikan sekertaris jenderal PBB, tidak dilaksanakan dan proses penentuan pendapat rakyat (PEPERA 1969) dilakukan dengan intimidasi, todongan moncong senjata militer Indonesia (Yoman 2015).
Klaim TPNPB itu kembali ditegaskan melalui rilis video dan foto yang tersebar sudah ketiga kalinya, dalam unggahan itu, TPNPB dengan tegas menolak semua negosiator dan meminta kepada PBB untuk mediasi antara Papua dan Indonesia untuk kemerdekaan orang-orang Papua
Pasca penyanderaan pilot kapten Mehrtens di distrik Paro Kabupaten Nduga tersebut masyarakat mengungsi dari distrik Paro ke ibu kota Nduga, Keneyam, untuk menyelamatkan diri karena pendropan pasukan dilakukan oleh TNI-POLRI untuk operasi pencarian pilot Philip Mark Mehrtens tidak hanya dilakukan di wilayah Nduga namun, melebarkan pencarian Philip Mark Mehrtens ke perbatasan Nduga dan Lanny Jaya bernama Kwiyawagi. Kwiyawagi merupakan wilayah perbatasan yang diapit oleh 3 kab. Yakni: Lanny Jaya, Nduga, Puncak Papua, ketika Kab. ini masing-masing memekarkan kecamatan di wilayah Kwiyawagi sehingga, sejak TPN PB KODAP III Nduga menembak pekerja jalan Wamena-Mumugu-Nduga dibawah pengawasan PT Istaka Karya (2018), TNI-POLRI mengejar TPN PB mengakibatkan masyarakat mengungsi dari kampung halaman mereka, sebagian dari mereka yang berasal dari tempat kejadian dan sekitarnya mencakup 5 kecamatan yakni: Kecamatan Mbua, Yigi, Yal, Nitkuri, Bulmu Yalma, Mugi, mengungsi ke Kwiyawagi di distrik Wutpaga dan Nenggeyagin sampai memasuki 4 setengah tahun hingga kini (2023).
Pada Jumat, 3 Maret 2023, TNI Taipur melaksanakan operasi pembersihan di Kampung Pimbinom, Kwiyawagi, pukul 07.00 WP, Tim satgas Taipur mengumpulkan seluruh masyarakat kampung, TNI melaksanakan pemeriksaan disertai interogasi terhadap seluruh masyarakat kampung Pimbinom, menangkap dan menyiksa seorang warga sipil atas nama Pendis Tabuni (18 tahun) 3 orang warga sipil lainnya Hoanus Gwijangge (16 tahun), Nanusi Nirigi (39 tahun), Tugianus Nirigi (29 tahun), membawa mereka ke ibu kota kab. Lanny Jaya dan menahan mereka di sana diinterogasi namun Nanus Nirigi telah dibebaskan disusul Tugianus Nirigi pada Kamis 9 maret 2023, karena tidak menemukan alasan untuk menahan mereka, ada pula perusakan Rumah Ibadah (Gereja Baptis West Papua) di Luarem dilakukan oleh aparat TNI (jubi.id 2023).
Bagaimana kronologi TNI-POLRI menembak 58 orang, masyarakat Sipil di distrik Napua, Sinakma, Wamena, Papua Pegunungan, Februari 2023 ?
Melansir dari Tirto.id Theo Hesegem, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, mengisahkan ulang pengakuan dua warga non-Papua yang dianggap sebagai penculik anak di Wamena. Ia bertemu mereka di Polres Jayawijaya, Senin, 14 Maret 2023. Dua orang itu Bernama, Tujuam Hutajulu dan Laurensius Manalu, merupakan karyawan toko sembako yang memasok dagangannya untuk kios-kios di Wamena. Pickup jadi kendaraan mereka. Saat itu, mereka memasuki Kampung Yomaima, Distrik Napua, Kabupaten Jayawijaya, 23 Februari 2023.
Pada siang dan di daerah yang sama, seorang anak perempuan, Berlinda Kogoya, disuruh ibunya ke kios guna membeli minyak goreng, penyedap, dan kunyit. Barang telah Berlinda dapat, ia pun kembali menuju rumah. Di tengah perjalanan, gadis itu berpapasan dengan Tujuam dan Laurensius. Kemudian salah satu dari mereka melemparkan salam kepadanya: “Selamat siang!”. Mendengar ucapan itu Berlinda berlari ke kediamannya sembari menangis. Belanjaan ia buang. Tiba di rumah, kakak Berlinda yang baru pulang kerja, melihat adiknya berlari. Setelah mendapatkan kabar, dua kakak mengejar mobil pedagang menggunakan ojek.
Di badan jalan kampung, terjadi miskomunikasi. “Mereka datang dan memukul sopir itu,” tutur Theo. “Di situ sempat terjadi keributan.” Keramaian itu membuat warga menghubungi polisi, dan polisi pun datang. Petugas mencoba memediasi keluarga si anak dan si pedagang. Kapolres Jayawijaya AKBP Hesman Napitupulu datang berupaya mendinginkan suasana. Massa berdatangan, makin banyak orang yang berkumpul. Kemudian ada seruan “Bakar!” disusul pelemparan batu ke arah polisi, Tujuam, dan Laurensius. Polisi memasukkan Tujuam dan Laurensius ke mobil demi keamanan. Masyarakat setempat meminta agar perkara itu diselesaikan di tempat, namun Kapolres meminta agar problem itu dirampungkan di markas kepolisian saja. Baku pendapat berlangsung, akhirnya ada yang menyampaikan agar masalah diselesaikan di halaman SMP YPPGI Anigou Wamena –sekira 450 meter dari Pasar Sinakma di Jalan Yos Sudarso.
Mobil polisi yang berisi Tujuan dan Laurensius berbelok ke Asrama Kodim 1702/Jayawijaya. Massa kembali melemparkan batu ke arah mobil polisi, lantas sang sopir tak jadi masuk ke asrama, lalu melanjutkan perjalanan ke kota. Sekitar pukul 14, terjadi bentrokan massa dan polisi. “Kemudian sore hari terjadi pembakaran rumah disertai penembakan bertubi yang dilakukan oleh anggota. Di situ ada anggota Brimob,” terang Theo. Sekira pukul 17.00-17.30, hujan turun dan korban berjatuhan. Sekitar pukul 21, Theo mendapatkan informasi ada korban di rumah sakit, dia pun mendatangi para korban. Awal pengamatan Theo, ada 17 korban luka dan ada 7 orang tewas. Dia melihat bekas tembakan di betis, dada, ketiak, paha, dan kaki korban; bahkan luka tembak itu tembus. Lalu, dua orang yang diduga menjadi korban pembacokan di bagian wajah dan leher, Ramota Siagian dan Albert Sitorus, dibawa ke rumah sakit tersebut.
Theo juga melihat ada panah yang menusuk punggung mereka. Kedua orang itu pun tewas. Baca juga: Menkes Janji Ungkap Penyebab Kematian Dokter Spesialis di Papua Tindakan Polisi Dinilai Berlebihan Hadapi Kerusuhan di Wamena Berdasar penelusuran Theo, puluhan orang jadi korban. “11 orang tewas yaitu 9 orang asli Papua dan 2 orang non Papua. Korban luka ada 58 orang,” ucap Theo. Para korban warga lokal berasal dari Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Nduga, Kabupaten Jayawijaya, dan Kabupaten Yahukimo. Para korban tewas, yakni Wais Aspalek, Stepanus Wenda, Fredy Ilowa Elopere, Niko Yanengga, Yan Murib, Simias Telipele, Piki Kogoya, Korowa Wanimbo, Mian Karunggu, Ramota Siagian, dan Albert Sitorus. Kepolisian juga merespons soal kerusuhan tersebut.
“Kami mendapatkan informasi bahwa ada sebuah mobil tujuan Kampung Yomaima yang ditahan oleh masyarakat di Kampung Sinakma. Diduga sopir mobil tersebut adalah oknum penculikan anak sehingga ini yang membuat kehebohan masyarakat,” kata Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ignatius Benny Ady pada 23 Februari 2023.Theo mencoba mengingat, salah satu dari tujuan dan Laurensius telah menetap di Jayawijaya selama dua tahun dan seorang lainnya menetap dua bulan. Kartu Tanda Penduduk (KTP) pun menegaskan mereka adalah pendatang. Mereka membantah hendak menculik anak. "Kami disuruh bos menjajakan dagangan di kios-kios," tutur Theo menirukan. "Kami tidak berniat menculik anak itu, kami memang menyapa. Mobil sempat berhenti karena barang yang kami ikat itu longgar. Kami berhenti untuk mengikat (tirto.id 2023).
Bagaimana kronologi TNI menembak 8 orang di distrik Yugumuak, Sinak, Puncak Papua, Maret 2023 ?
Pada Jumat, 03 Maret 2023 Pukul: 09.00 WP rombongan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) rombongan Kalenak Murib mengunjungi kampung Pamebut untuk kerja kebun atas undangan warga setempat. Pukul: 10. 20 WP Kapolsek Sinak menelpon langsung kepada Kalenak Murib. Kapolsek menanyakan keberadaan Kalenak Murib dengan rombongan. ”Saat ini keberadaan Anda dimana ?. Kalenak Murib “Bapa saya di Pamebut. Kapolsek. Ok, nanti bapa bantu rokok, jadi salah satu anak buah ke pos polsek Sinak sekarang !!, Kalenak. Ok. Bapa”
Pada pukul: 10.50 WP Kalenak perintahkan adik perempuannya Yanera Murib pergi ke pos polsek guna mengambil rokok sesuai via telepon polsek. Namun kemudian saat Yanera Murib berada di pos polsek Sinak ia diberikan 10 botol Minuman beralkohol. Yanera Murib membawanya kepada Kalenak Murib. Kalenak menyuruh anggotanya untuk memeriksa isi barang beralkohol yang dikirim dari polsek, dalam pemeriksaan terdapat sebagian botol minuman penutupnya terbuka (diracuni oleh kapolsek) sebagian tidak. Kalenak perintahkan untuk tidak mengonsumsi minuman tersebut melainkan menuangkan minuman dan buang. Pukul: 15.00 WP. Rombongan Kalenak Murib pergi meninggalkan Pamebut bergegas ke pos atau markas TPNPB-OPM wilayah Sinak.
Sabtu, 04 Maret 2023, Subuh Pukul: 02.00 WP. 150 personil satgas Yonif R 303/SSM TNI komando wilayah Sinak mulai keluar menuju ke kampung Pamebut melalui kampung Nigilome distrik Magebume, kampung Tabia menuju kampung Pamebut. Jarak distrik Sinak menuju ke kampung Pamebut sekitar 250 KM mengejar TPN PB. Subuh Pukul: 05.07 WP personil satgas Yonif R 303/SSM TNI komando Mulai melakukan penjagaan di tempat persembunyian pinggiran rumah-rumah warga kampung Pamebut. Pukul: 06.00 WP Ibu Tarina Murib keluar untuk membuang air kecil (kencing), Ibu Tarina tanpa sengaja mengetahui keberadaan TNI yang bersembunyi di pinggiran rumah, Ibu Tarina takut dan melangka lebih cepat untuk kabur dari Rumahnya, dua langkah kemudian pada Pukul: 06. 30 WP Ibu Tarina ditembak terkena peluru Oleh satgas Yonif R 303/SSM TNI komando distrik Sinak. Ibu Tarina di mutilasi kan, kepala dipotong, tangan dipotong, kaki dipotong hanya ditemukan korban badan saja (Body).
Pukul: 07.00 WP terdengar bunyi tembakan mengakibatkan masyarakat sipil semua keluar dari kediaman dan melarikan diri mencari tempat persembunyian. Masyarakat sipil mendengar bunyi tembakan merasakan ketakutan dan trauma. Bunyi tembakan juga terdengar oleh rombongan Kalenak Murib. Kalenak Murib memerintahkan anak buahnya untuk melakukan serangan balik. Pada pukul: 08.00 WP anggota Kalenak berhasil menewaskan 1 prajurit personel satgas Yonif R 303/SSM TNI komando atas nama praka JM ( identitas lengkap belum didapatkan) ditembak, praka dievakuasi oleh TNI dari medan kontak tembak Pamebut. Personil satgas Yonif R 303/SSM TNI komando dilandai emosi akibat serangan anggota Kalenak Murib sehingga TNI tidak terkontrol atau hilang kendali atas ter tewasnya praka JM, TNI mulai melepaskan tembakan kepada masyarakat sipil. Pada pukul: 09.00 WP TNI menewaskan 8 orang warga sipil dan pelajar, satu diantaranya Ibu Tarina Murib meninggal dunia (Dimutilasi).
Pukul: 09. 40 WP praka JM dievakuasi ke rumah sakit Sinak guna untuk penanganan medis. Praka JM tidak dapat tertolong meninggal dunia di rumah sakit dan pada 05/03/2023 dikirim ke Timika dari kabupaten Puncak, distrik Sinak untuk dimakamkan. Namun atas permintaan keluarga praka JM dikirimkan ke kampung halaman Bome, Provinsi Sulawesi Selatan pada hari sabtu,04/03/2023. Pada Pukul: 10.00 WP Ibu Tarina ditemukan mayatnya dalam kondisi tidak ada kepala, kaki dan tangan oleh keluarga, selanjutnya mayat dibakar dengan kayu bakar di tempat terbunuh ibu Tarina Murib. Ditengah-tengah bunyi tembakan antara TPN-PB dan TNI polri masyarakat melarikan diri meninggalkan anak, ibu, istri, dan suami masing-masing kabur ke hutan, ada yang berkumpul di gereja. Pada hari Sabtu, 04/03/2023 masyarakat dari dua distrik Magebume dan Yugumuak mengungsi ke distrik induk Sinak, sebagian mengungsi ke kabupaten Puncak Jaya, dan ada beberapa tokoh yakni tokoh gereja dan pemerintah tetap menetap di TKP.
Masyarakat sipil dari dua distrik tanpa membawa harta benda mengungsi ke distrik Sinak dan kabupaten Puncak Jaya sebagian juga mengungsi ke Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah. Telah terjadi kontak tembak antara TPNPB dan TNI POLRI mengakibatkan korban warga sipil disertai mutilasi yang berunjuk pada 8 orang korban masyarakat sipil di Distrik Magebume,Yugu Muak dan Sinak Kabupaten Puncak Papua, Provinsi Papua Tengah. Dalam peperangan antara TNI dan TPNPB di kampung Pamebut distrik Yugumuak dan Magebume personel satgas Yonif R 303/SSM TNI dengan emosi yang tidak terkontrol akibat serangan balik daripada anggota Kalenak Murib, TNI telah melepaskan tembakan tanpa melihat status masyarakat sipil. Hal itu mengakibatkan 8 masyarakat sipil korban, 1 orang diantaranya Meninggal dunia dan 7 orang lainnya luka-luka.
Belum lama ini terjadi kasus penembakan terhadap rakyat sipil di Sinakma, Wamena, menewaskan 10 orang dan 14 orang lainnya korban luka-luka, para pelaku penembakan oknum TNI/POLRI harus diproses hukum secara adil, transparan dan menyeluruh termasuk mengungkap pelaku yang diduga sebagai penculik anak dari buntut kejadian tersebut. Pada Jumat, 03 Maret juga terjadi penembakan terhadap rakyat sipil Tarina Murib (35) disertai mutilasi dan 8 orang lainnya korban luka-luka dilakukan oleh TNI/POLRI dalam pengejaran terhadap TPN PB-OPM Pimpinan Kalenak Murib di Distrik Yugumuak, Sinak, Kab. Puncak Papua (Data Tim Investigasi Mahasiswa Puncak Papua dan LBH TKP Nabire 2023).
Melihat peristiwa-peristiwa di Papua belakangan ini, Negara RI melalui Panglima TNI mengirim pasukan organik dan non organik dalam jumlah banyak di wilayah-wilayah konflik membuat masyarakat sipil Papua kehilangan hak-hak dasarnya sebagai hak asasi manusia (HAM) yang dijunjung tinggi oleh Negara kesatuan RI. Sebab upaya Negara RI melakukan pendekatan untuk menghentikan kekerasan di Papua. Indonesia tidak menemukan cara yang tepat sehingga konflik di Papua terus berlanjut hingga kini dan mengorbankan rakyat sipil yang seharusnya negara melindungi dan menjamin hak-hak dasar warga Negara.
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada diri setiap insan yang diberikan oleh Tuhan, sehingga Negara telah memberikan perlindungan dan menjamin hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh warga negaranya yang tertuang dalam UUD Republik Indonesia 1945, kemudian dijabarkan UUD Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Pelanggaran HAM yang berunjuk pada Mutilasi terhadap Ibu TARINA MURIB dan beberapa warga sipil luka-luka merupakan Pelanggaran HAM berat sesuai dengan UUD pasal 7 Nomor 26 Tahun 2000 yang menyatakan pelanggaran HAM yang bersifat berbahaya dan mengancam nyawa manusia, lalu kemudian, tentang pengadilan HAM yang menyebutkan pelanggaran HAM.
Di Kabupaten Nduga distrik-distrik jauh dari ibu kota seperti Paro, Geselma, Mapenduma, terjadi pengungsi besar gelombang kedua sebab TNI/POLRI dalam jumlah besar diterjunkan pasca Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Komando Daerah Pertahanan (TPNPB KODAP III), Derakma, Ndugama menyandera kapten Pilot Mark Mehrtens. TNI/POLRI juga masuk di Kwiyawagi pada Jumat 03 Maret 2023 salah satu tempat pengungsi Nduga gelombang pertama (2018). TNI/POLRI melakukan interogasi, intimidasi, dan menangkap 3 warga sipil, Hoanus Gwijangge, Nanus Nirigi, Sugianus Nirigi di Kwiyawagi.
TNI/POLRI juga melakukan pengrusakan gereja Baptis Luarem dan melakukan video propaganda tidak benar dengan mengatakan Egianus membunuh rakyat Sipil di kampung Pim Binom, Kwiyawagi TNI memiliki kewajiban yang mengatur dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 bahwa Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta penegakan hukum dan juga.
Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. TNI-POLRI, Lembaga Yudikatif, legislatif diberikan amanat UU untuk menjadi payung bagi Rakyat. Sehingga kami, Forum Pelajar dan Mahasiswa Wilayah Adat Lapago Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menyampaikan pernyataan sikap sebagai berikut:
Pertama, Kami mendesak Pemerintah Kabupaten Puncak Papua, Lembaga Legislatif (DPRD) untuk membentuk panitia khusus (PANSUS) agar segera turun ke lapangan guna investigasi kasus di distrik Yugumowak, Sinak.
Kedua, Pemerintah provinsi Papua, DPRP harus mendorong aspirasi kami ini sampai dengan kasus Wamena (2023), kasus Puncak Papua (2023) diusut tuntas.
Ketiga, Segera adili pelaku penembakan ibu Tarina Murib dan 8 korban tembak luka-luka yang dilakukan oleh TNI/POLRI di Kab. Puncak Papua, Sinak, Distrik Yugumowak.
Keempat, Segera membebaskan penangkapan terhadap warga sipil di Kwiyawagi dan Yahukimo.
Kelima, TNI-POLRI segera menghentikan teror dan intimidasi terhadap masyarakat sipil di wilayah konflik di seluruh Papua.
Keenam, Segera proses hukum bagi pelaku penembakan terhadap 14 rakyat sipil di Sinakma, Distrik Napua, Wamena, Papua Pegunungan.
Ketujuh, Pemerintah Pusat Republik Indonesia, Presiden Ir Joko Widodo, Panglima TNI Serta Kapolri harus bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat di seluruh Tanah Papua.
Kedelapan, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Panglima TNI dan Kapolri harus menangkap dan memproses hukum serta mengadili para oknum (TNI-Polri) yang salah menggunakan alat negara untuk menembak masyarakat sipil.
Kesembilan, Segera tarik militer organik dan non organik yang beroperasi di Papua terlebih khusus Kab. Puncak, Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Intan Jaya, Lanny Jaya dan Maybrat.
Kesepuluh, Pemerintah Indonesia berhenti melabeli TPNPB-OPM sebagai teroris untuk leluasa melakukan kekerasan di Papua.
Kesebelas, Komnas HAM RI dan perwakilan Papua segera membentuk tim untuk melakukan investigasi kasus penembakan dan mutilasi di distrik Yugumoak, Sinak, Puncak Papua.
Keduabelas, Pemerintah Pusat RI segera membuka ruang dialog dengan pro Papua merdeka ditengarai oleh PBB untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di Papua.
Demikian kami sampaikan dalam pernyataan sikap 12 poin di atas merupakan hal urgen segera memperhatikan, mempertimbangkan dan melakukan dari pihak-pihak dituju.
Dikeluarkan di Yogyakarta, 13 Maret 202
Forum Pelajar dan Mahasiswa Wilayah Adat Lapago DIY