Wanita Pejuang Sejati, Penyokong Laki-Laki dalam Keluarga - Explore Kwaya
Selamat Datang di Blog Explore Kwaya

Friday, March 14, 2025

Wanita Pejuang Sejati, Penyokong Laki-Laki dalam Keluarga

Perempuan Pejuang Sejati, Penyokong Laki-laki di dalam keluarga Papua. Sebelum tulisan di dinding akun Facebook ini lebar-panjang, saya berkesimpulan mendahului tulisan, berdasarkan pengalaman pribadi lahir, tumbuh dewasa di lingkungan ini secara langsung bersama para pejuang hidup sejati, penopang bapa-bapa dalam keluarga berumah tangga keluarga Papua.

Perempuan (Wanita) atau lebih akrab didengar penyebutan di Papua "Mama-Mama Papua". Mama Papua hebat bilang disandingkan dengan wanita berasal dari daerah lain di luar Papua mungkin punya masalah tingkat kesulitannya berbeda-beda. Namun, mama Papua terlebih khusus mama Kwiyawagi memiliki permasalahan yang tingkat kesulitannya sangat berat dan tidak wajar.

Mengapa tidak wajar?
Para mama-mama Kwiyawagi ini tidak hanya melakukan kegiatan rumah tangga: Masak, nyuci, bertani-membersihkan kebun, mengurusi ternak, melahirkan anak dan membesarkan. Tentu bukan pekerjaan muda, perkara ini sangat menyita energi mama-mama Kwiyawagi.

Namun, satu hal yang istimewa sulitnya menjadi mama-mama Kwiyawagi selama ini berkutat menempuh perjalanan jauh membela hutan rimba, naik gunung, turun gunung menjajaki perbukitan, membimbing jalanan setapak sambil memikul anak dan noken berisi berbagai macam belanjaan sembako.

Bukan perkara mudah, soal geografis wilayah Papua dataran tinggi yang terisolir daerah satu dengan daerah lainnya yang dibentengi oleh pegunungan-pegunungan yang menyulam tinggi. Jarak tempuhnya menyita energi dan waktu seharian bila melanjutkan perjalanan dengan kendaraan. Namun para pejalan kaki dari Kwiyawagi ke Tiom, ibu kota kabupaten Lanny Jaya menghabiskan perjalanan dua hari, jika kaki terus dipacu.

Berbeda jaraknya (lebih jauh lagi) bila diceritakan perjalanan mama-mama Nduga dari kampung Yuguru, Geselema, Mapenduma, Nolagi, Yigilu, dll. Yang melewati perjalanan yang sama tujuan berbelanja sembako di Tiom. Pulang-pergi menelusuri jejak kaki sendiri yang masih tergenang air, melewati jalanan yang belum lama diinjak. Menyisir setiap akar-akar pemohon yang terlintas di sepanjang jalan, membelah hutan belantara. Rasanya ingatan belum lupa setiap jengkal tanah yang dipijak. Karena harus pulang pergi melintasi jalanan yang sama.

Budaya Patriarki Masih Rimba Menyelimuti Mama-Mama Kwiyawagi
Mama-mama Kwiyawagi masih dalam genggaman budaya patriarki. Dalam kasus ini terlihat jelas dan jernih dengan mata kepala sendiri yang rutin berbelanja sembako dari Kwiyawagi ke Tiom, Kabu. Lanny Jaya.

Mayoritas didominasi oleh para mama-mama. Sering menjumpai mama-mama di pertengahan jalan dengan memikul noken dua sampai tiga di kelapa, isi hasil belanjaan sembako ditambah di pundaknya mendukung anak yang masih menyusui.

Lalu muncul pertanyaan di benak di mana bapak dari anak yang didukung oleh mama dengan beban belanjaan berkilo-kilo ini?
Semestinya pekerjaan seperti berbelanja kebutuhan rumah tangga dengan berpergian jauh dari rumah ke daerah lain dengan muatan berkilo-kilo diangkut oleh tenaga manusia seperti ini. Seharusnya, berbagi tanggung jawab untuk "berat sama dipikul, ringan sama dijinjing" antara laki-laki dan perempuan.

Mama-Mama Kwiyawagi mengalami kekerasan berbasis gender. Karena, mengalami ketidaksetaraan membagi tugas antara laki-laki dan perempuan dalam mengangkut kebutuhan sembako ini, lagi-lagi untuk kebutuhan keluarga bersama.

Memang prakteknya. Tidak semua laki-laki Kwiyawagi melakukan kekerasan gender dalam hal mengangkut sembako ini. Ada juga, kaum laki-laki Kwiyawagi yang ikut bersama mama-mama atau istri mengangkut sembako kebutuhan keluarga.

Analisisnya, ada ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari kesetaraan gender. Kasus berbelanja kebutuhan rumah tangga sembako yang jaraknya jauh dari rumah ini. Saran, perlu menguatkan pendidikan dan pemahaman pentingnya kesetaraan gender di gereja sebagai basis perkembangan pengetahuan masyarakat.

Nihilnya upaya pemerintah daerah yang memiliki wilayah Kwiyawagi, selain pembongkaran jalan yang mentok di tengah hutan-belantara, apa solusi alternatif lainnya untuk memangkas jarak tempuh Kwiyawagi-Tiom ini?

Sampai saat ini upaya pemerintah belum terlahir dari niat yang sungguh-sungguh untuk melayani masyarakat Kwiyawagi. Perempuan Kwiyawagi masih berkutat dengan rimbanya masalah patriarki.