Bisu 1 Desember, Tingginya Mencari Kuasa di Yahukimo
Ilustrasi foto Kenumea Murib Kamasan I, Yogyakarta |
Prolog
Tulisan ini, adalah sebuah tulisan tentang pembacaan situasi serta pengamatan penulis terkait dengan dua kasus, yakni: hangatnya isu sipil kota tentang perbincangan politik praktis, dan mengabaikan momentum sejarah lahirnya embrio bangsa Papua Barat.
Bagaimana isu 1 Desember di Yahukimo?
1 Desember merupakan tanggal momentum yang sangat bersejarah bagi seluruh seantero bangsa Papua. Dan, tanggal ini sudah tertanam dalam hati semua orang Papua bahwa tanggal ini menjadi tanggal lahirnya embrio bangsa Papua Barat. Bila tanggal ini muncul di setiap tahun, maka orang Papua pasti dan diwajibkan untuk merayakan ulang tahunnya secara semangat, baik melalui organisasi maupun individu.
Kesaksian penulis--bahwa sudah lebih dari lima bulan disini, di kota berjulukan seribu-satu jembatan, dekai. Namun, tampaknya kota ini tak seperti biasanya, ia terlihat suram, cekik dan bisu atas pembicaraan manifesto politik bangsa Papua.
Padahal biasanya, di kota ini, sangatlah semangat untuk mendiskusikan dan melakukan penyebaran informasi serta propaganda tentang lahirnya embrio bangsa Papua Barat di berbagai tempat; misalnya di pondok, honai, depan jalan, parah-parah, gereja, hutan dan di kampung-kampung.
Tapi sekarang, di tempat-tempat itu rakyat jelata Yahukimo hanya perbincangkan terlalu banyak soal politik praktis yang rencananya akan dilakukan pada bulan kedua tahun 2024. Karena dilihat dari itu, bahwa hal ini menjadi suatu budaya baru, maka sifat ini menciptakan budaya malas.
Bila hal ini diukur dengan Kebiasaan awal tentang bagaimana historis pergerakan rakyat Yahukimo dulu, maka itu menimbang jauh, hampir mau bisu telak.
Hal lainnya adalah, sifat itu membuat pikiran rakyat sudah terjadi peralihan isu. Rakyat terus hidup tergantung. Sudah Situasi seperti itu, rakyat terus-menerus membicarakan tentang politik praktis yang sesungguhnya Takan jamin masa depan mereka, tapi justru membuat rakyat menjadi marginal.
Rakyat terus menjadi terpinggirkan karena mereka tak memahami tentang basis materi yang membuat rakyat itu terisolasi dalam kemiskinan. Tapi justru ia ikut terlibat didalam, sehingga isu perbincangan politik praktis tadi mempengaruhi hingga akhirnya menjadi malas bekerja, tukang cerita omong kosong, narasi cerita yang bersifat primordial, anggapan yang mengarah pada suku sebagian adalah musuh.
Tingginya Mencari kuasa di Yahukimo
Calon-calon yang katanya perwakilan rakyat daerah di Yahukimo kini siap siaga satu. Mengambil hati domba di di tempat cuci, kata-kata jinak terus dilontarkan, janji manis yang paparkan rasanya manis dirasa, enak di dengar dan kagum.
Kota Dekai yang tadi tak ada MEREKA. Tapi, kali ini, terus berkeliaran. Dari jalan gunung sampai lokpon, dari jalan seradala sampai bandara, terlihat banyak manusia baru, mobil gelap dan motor-motor baru yang berkeliaran.
Isu pengiriman sembako ke distrik/kampung terus ada, kabar-kabar tentang tanggal 14 February terus hangat. Informasi terbaru di group WhatsApp dan messenger hanya satu informasi saja, yaitu tentang isu mencari kuasa.
Ketika isu ini masih berbicara di gubuk, honai, tempat istirahat, maka disitulah tempat dimana yang kemudian 1 kompleks itu kumpul dan hanya perbincangkan isu tentang barang itu. Yang jago akan tentang barang itu, terus menceritakan, yang tidak jago tentang soal itu hanya dengarkan walaupun perutnya lapar, haus, dan loyo akibat konsumsi satu informasi yang menarik baginya.
Isu yang lain
Sewaktu rakyat Yahukimo semangat berbicara politik praktis, diwaktu itu juga banyak masalah yang terus ada. Pertama adalah ekonomi kerakyatan di Yahukimo tak nampak dikendalikan oleh orang asli Yahukimo di kota Dekai.
Kedua, Kesehatan fisik dan psikologi terganggu, gizi buruk terus ada, penyakit sampar terus tertular pada anak-anak, malaria terus eksis sebagai makanan sehari-hari, sakit Mah terus ada akibat tidak makan karena semua makanan serba mahal diatas harga jual yang tinggi.
Ketiga, Minimnya literasi, pada akhirnya terjadi kurang pengetahuan, kurang analisa, hal ini diakibatkan sistem pendidikan Nasional di Yahukimo yang tidak tersentuh pada rakyat Yahukimo khususnya dan umumnya Papua.
Keempat, kemasifan militer terus terjadi. Hal ini tidak dilihat secara jernih oleh semua tokoh di Yahukimo; tokoh gereja, tokoh agama, tokoh pemuda serta tokoh masyarakat lainnya di Yahukimo.
Kelima, pelayanan kesehatan di Yahukimo tidak sesuai. Contoh kasus, di rumah sakit umum Daerah Yahukimo itu, hanya dilayani anak kecil, sementara orang besar semua diarahkan di puskesmas, sementara puskesmas tidak menangani secara cepat dengan alat kesehatan yang baik, tapi justru pelayanan puskesmas yang lama, pada akhirnya masyarakat yang menderita malaria terus bertahan.
Padahal, semestinya pasien seperti itu dilayani secara cepat oleh pihak rumah sakit umum. Obat-obatan terus di kapitalisasi oleh mereka yang kuasa di rumah sakit, ini adalah masalah serius yang tak dilihat oleh pemerintah. Tapi, pemerintah hanya cari kuasa soal nasib tahun 2024.
Keenam, ada banyak masalah sosial yang ada di ibu kota kabupaten Yahukimo, namun tidak menceritakan 1 per 1. Tapi, kita sebagai orang Yahukimo dan Papua, melihat bersama untuk mengambil benang merah, dan bagaimana untuk mencari jalan solusinya.
*Note*: Tak ada kesimpulan oleh penulis, namun penulis menyarankan agar pembaca yang Budiman ini bisa dapat menyimpulkan sendiri.
Salam sehat
*An. Renold*
#Sumohai