2 Wilayah Adat Papua Penghuninya Menggunakan Koteka - Explore Kwaya
Selamat Datang di Blog Explore Kwaya

Wednesday, June 21, 2023

2 Wilayah Adat Papua Penghuninya Menggunakan Koteka

Foto: indonesiajuara.asia


Cikal-Bakal Wilayah Adat

Mengenal Wilayah Adat Papua, Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland, Papua dikenal kaya akan budaya atau adat istihadat dan sejarahnya. Papua yang kini menjadi provinsi di Indonesia ini pernah berada di pangkuan Belanda sebelum Indonesia, Amerika serikat bersekongkol aneksasi Papua Barat dengan  PEPERA 1969 (penentuan pendapat rakyat) dengan cara-cara manipulatif  dan represif militer Indonesia. 


Bagaimana 7 wilayah adat dikenal di Papua itu terbentuk ?

Sebelum Papua dikenal dengan nama-nama pelabelan oleh orang-orang asing kini Pemerintah Republik Indonesia memekarkan DOB menjadi lima provinsi berdasarkan wilayah adat.

Provinsi ini rupanya terbagi dalam lima wilayah adat. Sedangkan, wilayah Papua Barat hanya terbagi dalam dua wilayah adat yaitu wilayah Domberai dan wilayah adat Bomberai. Ke lima wilayah adat Papua yang dimaksud itu, disusun berdasarkan nama Kabupaten dengan ibukotanya, yaitu Mamta, Saereri, Anim Ha, La Pago, dan Mee Pago.


Orang Papua sendiri telah mengenal batasan-batasan wilayah mereka secara tradisi sejak nenek moyang mereka. Indikator yang digunakan untuk menyusun pembagian suku-suku di Tanah Papua ke dalam 7 Wilayah Adat itu terdiri dari kesamaan aspek; hubungan kekerabatan, perkawinan, hak ulayat, tipe kepemimpinan, ciri-ciri fisik, hingga geografis, dan lainnya.


5 Wilayah Adat di Papua. Adapun ke-lima wilayah adat Papua yang menjadi dasar pemekaran DOB wilayah yaitu terdiri dari:


Wilayah Adat Mamta ini berada di sekitar Jayapura dengan memiliki 87 suku. Mereka mendiami Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Memberamo Raya, dan Kabupaten Keroom.


Saereri Wilayah ini menyebar di sekitar Teluk Cenderawasih. Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Yapen, Kabupaten Waropen, dan sebagian Nabire bagian pantai.


Ha Anim Wilayah ini terletak di Papua Selatan, yakni Merauke, Boven Digul, Mappi, dan Asmat.


La Pago Wilayah ini terletak di Pegunungan Papua Tengah Bagian Timur, meliputi Pegunungan Bintang, Wamena, Lani Jaya, Puncak Jaya, Puncak 6, Nduga, Yahukimo, Yalimo, Mamberamo Tengah, dan Tolikara.


Mee Pago Wilayah ini terletak di Pegunungan Papua bagian tengah yaitu Intan Jaya, Paniai, Deiyai, Dogiyai, di Nabire bagian gunung, dan sebagian Mimika (bagian gunung).


2 Wilayah Adat Papua Penghuninya Berbusana Adat Koteka 

Di luar sana, banyak yang mengetahui tentang Koteka. Asal-usul dibuatnya Koteka.Cara menggunakan serta fungsi dan filosofi Koteka melalui ketersediaan literasi digital di berbagai platfom media dan orang mengulasnya.


Namun, satu hal yang luput dari literasi digital yang tersedia adalah di daerah mana saja Koteka itu dikenakan, suku-suku apa saja yang memakai koteka.Sebab, literasi yang tersedia kebanyakan mengulasnya menggunakan nama besar Papua.


Tapi, Papua itu besar dan luas wilayahnya dan ragam suku, bahasa dan busana adatnya, maka itu Kwaya Explore akan mengulasnya pada tulisan ini. Wilayah adat, Kabupaten-Kota, suku-suku dan kenapa hari ini, orang tidak menggunakan Koteka, setiap hari layaknya pakaian ?


Simak berikut ini uraiannya tulisan secara detail. Sebab ini tulisan anak Koteka.


Wilayah Adat Lapago

Wilayah adat Lapago merupakan wilayah adat yang terletak di Provinsi Papua Pegunungan yang mencakup kabupaten kota yakni: Pegunungan Bintang, Yahukimo, Yalimo, Mamberamo Tengah, Tolikara, Puncak Jaya, Puncak Papua, Nduga dan Jayawijaya, Wamena sebagai ibu kota Provinsi Papua Pegunungan.


Di dalam wilayah Lapago terdapat ragam suku bahasa yang berbeda-beda, tetapi saling ter-koneksi dengan hubungan darah persaudaraan yang bisa berinteraksi dan komunikasi menggunakan bahasa daerah lain oleh orang-orang tertentu yang memiliki akses dan inter-koneksi dengan suku lain. Bahkan, suku-suku yang hidup di wilayah-wilayah perbatasan daerah suku A dengan daerah suku B di sana terjadi interaksi sosial, sejak dahulu kalah, menyebabkan terciptanya hubungan kekerabatan keluarga antara suku satu dengan suku lainnya.


Hal-hal itu terlihat dari cara hidup keseharian seperti, cara bertani, berburu, berbusana dan lain-lain. jika, melihat sepintas suku-suku di wilayah adat Lapago ini memiliki banyak kesamaan itu. Tuhan mengaruniakan banyak pula perbedaan fundamental seperti bahasa, suku dan wilayah-wilayah penyebaran penduduk berjauhan dan masing-masing suku memiliki peradaban leluhur. Hal tersebut sebagai kekayaan keberagaman Papua di wilayah adat Lapago.


Suku-suku yang mendiami di wilayah adat Lapago yakni: Lani, Loma (Damal), Lem, Wano, Hubula (Nayak), Walak, Nduga, Yali, Kimyal, Mek, Ok, Mik. Hampir semua suku-suku ini, kaum Adamnya menggunakan Koteka, berfungsi sebagai alat penutup kelamin pria yang digunakan leluhur sejak dahulu kala dan koteka itu ada sampai saat ini. Namun, kegunaanya tidak seperti dulu leluhur menggunakannya, selayaknya pakaian keseharian. Kini berbanding terbalik.


Koteka dijadikan sebagai salah-satu produk komersial, dijadikan ole-ole wisatawan, pajangan dinding ruang tamu dan lain-lainnya. Kemunduran ini bukan tanpa alasan. Namun, disebabkan oleh derasnya pengaruh globalisasi menghanjutkan ciri khas busana kebudayaan orang-orang Lapago ini, semakin hari semakin dilupakan oleh generasi sekarang.


Lebih jahat lagi yang terjadi pada tahun 1977 di wilayah Lapago. NKRI (Negara Republik Indonesia) menggelar Operasi Koteka, nama operasi ini ikut membangun opini publik. Bahwa, berbusana Koteka terkesan vulgar dan tidak beradap, primitif sehingga dikampanyekan untuk meninggalkan Koteka digantikan dengan kain pakaian yang kini digunakan oleh banyak orang Lapago.


Wilayah Adat Meepago

Wilayah adat Meepago mencakup beberapa kabupaten kota yakni: Paniai, Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah, Nabire sebagai ibu kota Provinsi. Di dalam wilayah adat Meepago yang mendiami suku-suku Orang Asli Papua (OAP) adalah suku Mee, Wolani, Moni Lani, Nduga.


Suku-suku ini menggunakan berbeda bahasa ibu yakni Suku Mee, Wolani, Moni Lani dan Nduga.Namun, di wilayah-wilayah perbatasan daerah satu kabupaten dengan kabupaten lainnya saling berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.


Hal ini yang mendorong kedua bahasa ibu yang berbeda sekali pun bisa saling berkomunikasi masing-masing menggunakan bahasa ibu yang dituturkan di tengah masyarakat seperti suku Moni, Wolani, Lani dan Nduga di Intan Jaya terjadi asimilasi bahasa tanpa menghilangkan bahasa ibu satu dengan bahasa ibu lainnya.


Hidup beranak-pinak sampai dengan hari ini. Khususnya, suku Lani dan Nduga mayoritasnya mendiami di wilayah adat Lapago. Namun, penyebarannya sampai di wilayah adat Meepago, Kab. Intan Jaya.


Perbedaan esensial antar suku tidak dapat dihindari sebab itu dijadikan oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Manusia hanya bisa menerima dan mensyukuri di suku mana ia terlahir dan mempelajarinya sebagai identitas suku dan bangsanya tanpa memperdebatkan.


Penyebaran Suku Berbusana Koteka di Lapago dan Meepago


Lapago

Di wilayah Lapago Kab.Jayawijaya, Wamena suku yang menghuni sejak ribuan tahun hingga kini yakni: Suku Hubula (Nayak), Lani, dan Walak. Sedangkan Kab. Yalimo penghuninya Suku Yali dan Hubula. Kab. Yahukimo penghuninya suku Yali, Hubula, Kimyal dan Momunal. Di Kab. Pegunungan Bintang Suku aslinya Ok dan Min sedangkan di Kab.Nduga penghuninya Suku Nduga di Kab.Mamberamo Tengah peghuninya suku Lani dan Walak. Di Kab. Tolikara Penghuninya Suku Lani. Kab. Puncak Jaya Penguninya Suku Lani dan Wano. Kab. Puncak Papua penguninya Suku Lani, Loma, Lem, Wano, Nduga. Kab. Lanny Jaya penghuniya Suku Lani.


Meepago

Di wilayah adat Meepago suku-suku yang menghuni di sana lebih tepatnya daerah Paniai, Deiyai dan Dogiyai suku Mee sedangkan di Kab.Intan Jaya penghuninya suku Moni, Wolani, Lani dan Nduga.

Suku-suku ini semua berbusana Koteka namun, memiliki perbedaan bahasa ibu yang melekat pada mereka, membedakan satu suku dengan suku lainnya.