Pelanggaran HAM: Penembakan Disertai Mutilasi Di Kabupaten Puncak Papua - Explore Kwaya
Selamat Datang di Blog Explore Kwaya

Saturday, March 25, 2023

Pelanggaran HAM: Penembakan Disertai Mutilasi Di Kabupaten Puncak Papua

Kasus pelanggaran HAM di Kabupaten Puncak Papua semakin masif sampai saat ini. Tindakan-tindakan aparat keamanan TNI-POLRI (Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia) terhadap masyarakat sipil semakin brutal dan tidak bisa dibiarkan. Apalagi tindakan ini sudah memakan korban nyawa anak dibawa umur dan warga sipil yang tidak tahu apa-apa. Dalam hukum HAM internasional, pasal 6 kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik (ICCPR), yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU nomor 12 tahun 2005, telah menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dan tidak boleh ada seorang pun yang boleh merampas hak hidupnya. Sedangkan dalam kerangka hukum nasional hak untuk hidup dilindungi dalam pasal 28A dan 28I UUD 1945 serta pasal 9 UU nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, yang intinya setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup.

Perpanjangan kasus semakin masif di Kabupaten Puncak Papua semenjak terjadi kasus penembakan terhadap 5 orang warga sipil di Kecamatan Gome Utara - Kampung Yaiki-Maiki, Kabupaten Puncak Papua, pada tanggal 19-20 November 2020. Kemudian kasus terbaru kembali terjadi pada tanggal 06-08 Juni 2021 yang menewaskan 4 orang warga sipil di Distrik Amukia, Desa Eromaga, Kabupaten Puncak Papua. Hingga kini korban tewas telah mencapai 9 orang semuanya adalah warga sipil, dua diantaranya adalah anak-anak sekolah. Kemudian pada tanggal 22 Februari 2022 pukul.10.00 WIT malam, Distrik Sinak, TNI/POLRI, menuduh nuduh anak-anak SD telah membantu merampas sepucuk senjata milik aparat TNI YONIF 751 tanpa bukti dan kejelasan yang pasti di distrik Sinak Kab. Puncak Papua, Provinsi Papua Tengah.

Anak dibawa umur tersebut, berjumlah 7 orang siswa satu diantaranya meninggal dunia atas nama MAKILON TABUNI Umur 8 tahun SD kelas 6. akibatkan pukulan TNI/POLRI,. Sedangkan 6 orang lainya disiksa secara tidak manusiawi. Kemudian pada tgl 3 maret 2023 Kembali lagi terjadi kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak TNI (SATGAS YONIF 303) terhadap warga sipil dan ini adalah kasus pelanggaran HAM terbaru di kabupaten puncak papua . “ penyerangan TNI/POLRI terhadap masyarakat sipil lantaran emosi. Tujuan TNI-POLRI ke kampung Pamebut untuk menyerang pimpinan Kalenak Murib dan Teni Kulua , namun karena tidak ada akhirnya menyerang masyarakat sipil, peluruh pertama dikenai Ibu Tarina Murib saat ia keluar dari Rumah (Honai) pada  subuh pukul: 05.00 WP untuk keluar buang air. Setelah ibu Tarina Murib tewas terdengar bunyi senjata di telinga rombongan Kalenak. Kalenak memerintahkan beberapa anggota pergi ke Pamebut untuk penyerangan terhadap TNI. Anggota TPNPB telah berhasil menewaskan praka JM anggota SATGAS Yonif 303 sinak dan satu anggota luka-luka. Kemudian anggota OPM pergi, TNI mulai melepaskan tembakan sembarangan terhadap masyarakat sipil berujuk pada 8 orang korban luka-luka dan 1 orang meninggal dunia (Tarina Murib Dimutilasi).

Kembali terjadi penembakan pada tanggal 22 maret 2023 distrik Kimak, kampung Kimak, ibu kota Kab. Puncak Papua setelah Koramil, Polsek serta Pemkab. Puncak mengeluarkan informasi tentang DPO daftar pencarian orang sehingga TPNPB pimpinan Lekagak Telenggen terpancing akhirnya penembak salah satu Abang ojek lalu pihak TNI POLRI balas serangan atau mengejar TPNPB ke distrik Gome, kampung Yenggernok kemudian membakar sejumlah rumah dan menewaskan anak dibawah umur atas nama ENIUS TABUNi Umur 12 tahun meninggal Kampung Yenggernok.

Kontak tembak senjata antara TNI dan OPM membuat masyarakat dari distrik Gome, Magebume dan Yugumuak mengungsi ke distrik sinak, Kabupaten Puncak Jaya dan sebagian pengungsian  ke Kabupaten Nabire dan Mimika.

Sejak tahun 2020 hingga tahun 2023 dalam kurung waktu 3 tahun ini kejahatan TIN/POLRI terhadap masyarakat kabupaten puncak papua mencapai 11 warga sipil ditembak dan meninggal dunia sedangkan 17 warga sipil lainnya mengalami luka berat

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada diri setiap insan yang diberikan oleh Tuhan, sehingga Negara telah memberikan perlindungan dan menjamin hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh warga negaranya sebagai tertuang dalam UUD Republik Indonesia 1945, kemudian dijabarkan UUD Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.

Pelanggaran HAM yang berunjuk pada Mutilasi terhadap Ibu TARINA MURIB dan beberapa warga sipil luka-luka merupakan Pelanggaran HAM berat sesuai dengan UUD pasal 7 Nomor 26 Tahun 2000 yang menyatakan pelanggaran HAM yang bersifat berbahaya dan mengancam nyawa manusia, lalu kemudian, tentang pengadilan HAM yang menyebutkan pelanggaran HAM.

Tentara nasional Indonesia (TNI) memiliki kewajiban yang mengatur dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 bahwa Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta penegakan hukum

Dan juga. Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan.

TNI-POLRI, YUDIKATIF, dan lembaga legislatif juga diberikan amat UUD untuk menjadi payung bagi  Rakyat.

Dengan demikian, kami Ikatan pelajar dan mahasiswa/i asal kabupaten Puncak IPMAP se- jawa dan bali menyampaikan pernyataan sikap sebagai berikut:

Pertama, Kami minta dengan tegas Pemerintah pusat dalam Hal ini Bpk Ir JOKO WIDODO, PANGLIMA TNI Serta KAPOLRI harus mempertanggung jawabkan atas pelanggaran Ham berat di kab puncak papua.

Kedua, Kami minta dengan tegas mengadili/menghukum para pihak pelaku (TNI-POLRI) yang salah menggunakan alat negara, mengakibatkan masyarakat sipil Korban Mutilasi, karena tidak Sesuai dengan Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 338 dan Pasal 340 menjadi dasar untuk menjatuhkan hukuman bagi para pelaku tindakan kejahatan mutilasi.

Ketiga, Kami minta dengan tegas Segerah tarik Militer organik dan non organik yang beroperasi di Kab Puncak Distrik Gome, Yugumuak, Magebume, sinak dan sekitarnya.

Keempat, Kami mendesak Pemerintah Kabupaten Puncak Dan Lembaga Legislatif (DPRD) Kabupaten Puncak untuk membentuk tim investigasi kemanusiaan dan turun ke lapangan membawa masyarakat ke tempat yang kondusif.

Kelima, Kami minta dengan tegas kepada pemerintah provinsi papua tengah, DPRP provinsi papua tengah terus mendorong aspirasi kami ini sampai dengan kasus pelanggaran berat HAM diusut tuntas.

Keenam, Kami minta kepada Kapolda Papua, Kodim, Danramil, Koramil Kabupaten Puncak harus mempertanggung jawabkan atas insiden Mutilasi dan korban warga sipil serta anak di bawah umur.

Ketujuh, Kami minta dengan tegas kepada Pimpinan Anggota TNI-POLRI untuk tidak menggunakan alat negara dengan sembarangan, sebab itu salah satu sikap melawan HUKUM Sesuai dengan UUD 1945.

Kedelapan, Kami minta dengan tegas kepada pemerintah puncak dan dewan legislatif segera mencopot KAPOLRES PUNCAK DAN KORAMIL PUNCAK.

Kesembilan, Kami minta dengan tegas kepada KOMNAS HAM usut tuntas seluruh pengarang ham di kabupaten puncak sejak tahun 2020 hingga 2023 berjumlah korban 11 nyawa merupakan warga sipil.

Kesepuluh, Kami minta dengan tegas kepada KOMNAS HAM segera menyelesaikan pelanggaran HAM di Kabupaten Puncak Papua.

Kesebelas, Kami meminta dengan tegas kepada Pemerintah Kabupaten Puncak segera memfasilitasi sekolah (SD,SMP, dan SMA/SMK) di kabupaten terdekat Mimika, Nabire dan beberapa kota terdekat

Malang, 25 Maret 2023

IPMAP

Se-Jawa dan Bali