Pemerintah Pusat, Provinsi Papua Pegunungan Segera Hentikan Proses Pembangunan Kantor dan Buka Ruang Dialog Untuk Penyelesaian Terkait Kepemilikan Tanah di Walesi - Explore Kwaya
Selamat Datang di Blog Explore Kwaya

Tuesday, July 11, 2023

Pemerintah Pusat, Provinsi Papua Pegunungan Segera Hentikan Proses Pembangunan Kantor dan Buka Ruang Dialog Untuk Penyelesaian Terkait Kepemilikan Tanah di Walesi

Foto Saat Jumpa Press di Kantor LBH Papua
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan Segera Hentikan Proses Pembangunan Kantor Pemerintahan Provinsi Papua Pegunungan dan Buka Ruang Dialog Untuk Penyelesaian Terkait Kepemilikan Tanah di Walesi.


Pengantar :

Bahwa tanah dipahami dan diklasifikasikan oleh kebanyakan masyarakat adat sebagai tanah itu sendiri beserta dusun sagu, sungai maupun hutan kayu yang berada diatasnya. Tanah dalam kaitannya dalam kepentingan hidup tidak selalu dipersepsikan dengan pandangan ekonomi saja, tetapi juga senatiasa dikaitkan dengan beberapa segi seperti religi,budaya,sosial dan politik. 


Secara ekonomi tanah dan tumbuhan yang ada diatasnya adalah media yang menyediakan segenap kebutuhan dan keperluan hidupnya mulai dari makanan, minuman, obat-obatan, kayu bakar maupun bahan untuk membuat rumah.


 Secara budaya : tanah dipersepsikan sebagai ’ibu’ yakni pihak yang melahirkan dan membesarkan, oleh karenanya adalah ‘sah’ bila sang ibu menjamin kehidupan seluruh anaknya dengan kesuburan dan kelimpahan kekayaan alam. Disisi lain sang anak dituntut untuk senantaisa memperhatian kondisi sang ’ibu’ tetap sempurna melakukan kewajibannya dan memberikan hasil yakni dengan cara menjaga norma-norma dan melakukan serangkaian seremonial guna mengharapkan agar sang ibu/mama senantiasa memberikan kelimpahan kebutuhan terhadap seluruh anak cucunya.


Secara religius : tanah senantiasa diasosiaikan dan atau dikaitkan dengan para leluhur, roh-roh dari nenek moyangnya bahkan keyakinan itu diwujudkan bahwa kehidupan berasal dari tanah atau adalah warisan yang diberikan leluhur dalam menjalankan kehidupannya. Dalam pandangan demikian maka tanah dapat penghargaan yang tinggi  karena menghargai tanah mempunyai makna sebagai dari penghargaan terhadap para leluhur dan nenek moyangnya.


 Secara politik : tanah merupakan bagian dari kedaulatan masyarakat. Eksistensi politik masyarakat diukur dari apakah ia mempunyai kawasan bagi kelompok masyarakatnya dan seberapa besar tanah itu mampu mengakomodir segenap kepentingan kehidupan masyarakat tersebut. Tanah memberikan kemungkinan padanya untuk melaksanakan hubungan sosial dengan masyarakat lainnya. Pandangan kebanyakan masyarakat adat seperti diatas,  saat ini dihadapkan dengan pemahaman dan kenyataan, dimana terdapat kecenderungan yang sangat kuat pada pandangan dan bobot tekanan lebih pada melihat tanah dari ‘aspek ekonomi saja’ ketimbang aspek lainnya.


Kronologi

Sejak pertengahan tahun 2022 pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri merencanakan pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan di kabupaten Jayawijaya di Wamena pada lokasi yang didiami oleh suku-suku dari wilayah Walesi yaitu suku Lanny, Asso, Wuka, Yaleget, Yelipele. Sedangkan, dari wilayah Asolokobal adalah suku Asso, Lokobal, Wuka. Selanjutnya dari wilayah Wouma adalah Wuka, Matuan, Lagowan dan Ikinia. Adapun penyebutan secara adat, nama tempat yang mau dihibahkan berada di Mulinai, Isuagec, sedangkan dari Pemerintah menyebutkan secara umum sebagai tanah wilayah Walesi. 


Ide awal untuk menghibahkan tanah berasal dari beberapa intelektual wilayah Walesi yang tergabung dalam Tim Peduli Pembangunan Wilayah Adat Walesi yang melakukan koordinasi bersama wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) terkait rencana hibah tanah adat yang semula seluas 75 hektar, namun dalam perkembangannya berubah menjadi 108 hektar persegi. Bahkan setelah adanya pertemuan dengan Komisi II DPR RI ada indikasi penambahan luas lahan sehingga menjadi sekitar 240 hektar diduga berasal  penggabungan lahan dari wilayah Wouma yang sebelumnya tidak dihitung. Adapun pihak-pihak yang mendukung proses tersebut terdapat sebagian kepala Suku.


Sedangkan, pihak-pihak yang menolak proses tersebut juga sebagian Kepala Suku, tokoh pemuda dan mahasiswa yang berasal dari wilayah Walesi Jayawijaya.


Pemerintah dan pihak yang mendukung terkesan tidak transparan dalam melakukan transaksi terkait tanah yang sedianya akan dihibahkan dan juga tidak melibatkan semua kepala Suku dan tokoh intelektual sebagaimana syarat yang tercantum pada Pasal 7 Ayat 3 UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk kepentingan Umum, menyebutkan : Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan.  Hal tersebut dapat terlihat dari pertemuan terkait pelepasan lahan yang dilakukan sebanyak 16 kali, akan tetapi tidak pernah mendapatkan titik temu terkait kesepakatan. Bahkan luas tanah yang semula 75 hektar berubah menjadi 108 hektar persegi. 


Berkaitan dengan upaya ganti rugi, Tim Peduli Pembangunan Wilayah Adat Walesi diduga kuat telah membuat kesepakatan dengan Pemprov Papua Pegunungan tanpa melibatkan seluruh pemilik tanah, setidaknya dijanjikan secara lisan untuk mengisi jabatan tertentu di pemerintahan, mendapat jatah untuk diangkat sebagai PNS, mendapat bantuan beasiswa bagi anak-anak sekolah, mendapat bantuan perumahan, proyek dan lain sebagainya.


Bahwa sebagian lokasi tanah tersebut memiliki sejarah yang beragam adalah karena    diduga kuat merupakan tanah perang yang sebelumnya dikuasai oleh masyarakat Wouma dan kemudian dikuasai oleh masyarakat Walesi, juga tidak saja ditempat oleh masyarakat Walesi tetapi sebagian lokasi merupakan tanah garapan dari suku Yali, Lani dan Mee. 


Seharusnya menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk bertindak  cermat dan penuh kehati-hatian guna menghindari potensi konflik horizontal. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah sebagian utama dari lokasi tersebut adalah lahan subur sumber kehidupan primer yang telah memberikan manfaat secara turun temurun dan bernilai sangat religius dan ekonomis sebagai lahan pemberi kehidupan.


Pemerintah secara sengaja telah mengabaikan nilai-nilai adat, aturan terkait Pengadaan tanah untuk kepentingan umum bahkan memanipulasi keterbatasan pengetahuan hukum masyarakat melalui janji-janji dan memecah belah kesatuan yang ada bahkan cenderung bertindak represif. 


Hal ini mencerminkan adanya itikad buruk mengenai pengadaan lokasi untuk pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan seluas 108 hektar persegi tersebut tanpa melibatkan dan mendengarkan pendapat/pandangan dari setiap pemilik tanah berdasarkan wilayah adat masing-masing suku.


Atas dasar hal tersebut, rangkaian aktifitas yang dilakukan oleh Kementrian Dalam negeri dan Pemprov Papua Pegunungan tidak memperhatikan asas sebagaimana pasal 2 UU Nomor 2 tahun 2012  yakni : kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan; kepastian; keterbukaan; kesepakatan; keikutsertaan; kesejahteraan; keberlanjutan dan keselarasan dan Asas-asas umum pemerintahan yang baik(AAUPB) terutama Asas Kecermatan atau Asas Bertindak Cermat; Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan dan Asas keterbukaan. 


Rekomendasi

Berdasarkan uraian diatas, kepada Pemerintah Pusat dan pemerintah Provinsi Papua pegunungan kami merekomendasikan  hal-hal sebagai berikut:


Agar proses pengadaan tanah untuk pembangunan kantor Provinsi Papua Pegunungan mengacu ketentuan dari Undang-Undang (UU) No.2/2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Umum, menunjuk Pasal 2 yang menegaskan bahwa Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan berdasarkan asas: 

1.  Kemanusiaan; 

2. Kesejahteraan;

3. Kemanfaatan; 

4. Kepastian; 

5. Keterbukaan; 

6. Kesepakatan; 

7. Keikutsertaan; 

8. Kesejahteraan; 

9. Keberlanjutan; dan 

10. Keselarasan;

 

Agar proses yang dilakukan seharusnya mengacu pada ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah (Permen) No.19/2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, menegaskan bahwa Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui tahapan:

1.  Perencanaan;

2. Persiapan;

3. Pelaksanaan; dan

4. Penyerahan hasil;


Agar pihak Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan Kementrian Keuangan serta Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Daerah Provinsi Papua Pegunungan maupun pihak terkait lainnya termasuk Kanwil ATR/BPN Papua dalam rangka Pembangunan Kantor Pemerintahan Provinsi Papua Pegunungan agar mengedepankan prinsip transparansi termasuk juga mempertimbangkan seluruh aspek terutama aspek hukum yang berkaitan dengan proses pengadaan tanah hibah dalam rangka Pembangunan Kantor Pemerintahan Provinsi Papua Pegunungan di Walesi. Selain itu juga bagian yang terpenting dari proses tersebut yaitu upaya penyelesaian dengan mengedepankan prinsip keadilan dan kemanusiaan.


Agar mengedepankan asas kemanfaatan yakni memperhatikan penggunaan lokasi tersebut yang telah menjadi sumber utama mata pencaharian dan telah memberikan nilai ekonomi secara turun termurun serta agar menempuh cara-cara persuasif dengan mempertimbangkan hak asasi manusia secara khusus nilai-nilai adat guna menghindari ketegangan dan konflik yang tidak diinginkan oleh berbagai pihak. 


Jayapura, 11 Juli 2023

An.Koalisi LSM untuk Hukum dan HAM di tanah Papua

Helmi SH

Henius Asso SH

Weltermans Tahulending SH

(Tim Penasehat Hukum Pontius Bonny Lanny dkk)